Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional (Mochtar 1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia. Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya menjadi begitu kuat.
Sayangnya kekuatan ekonomi itu didapatkan dari bantuan asing yang suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang cukup berperan besar dalam perbaikan ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang dinilai sangat bermanfaat dalam memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing (Mas’oed, 1989:84). Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri dipasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.
Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan diangkatnya BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta semakin mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Trauma zaman Orde Baru yang mengekang hak-hak demokrasi warga negara serta kediktatoran Soeharto menyebabkan terjadinya perubahan menyeluruh dalam tiap aspek kehidupan. Naiknya nilai tukar dollar secara tak tertahankan pada zaman Orde Baru, menyebabkan naiknya berbagai kebutuhan pokok Indonesia. Namun, secara perlahan nilai tukar dollar terhadap rupiah ini semakin menurun hingga saat ini.
Selanjutnya yang menjadi penting yakni orientasi ekonomi yang bagaimana, ke luar atau ke dalam, yang kemudian dapat dianggap dan diharapkan efektif dan sesuai dengan kondisi Indonesi saat ini. Orientasi ekonomi ke dalam pada zaman kepemimpinan Soekarno yakni Orde Lama masih memiliki kekurangan. Begitu pula dengan era Orde Baru dibawah kekuasaan Soeharto. Kekurangan-kekurangan tersebut yang akhirnya memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Dalam masa kini perkembangan ekonomi tentu saja lebih baik dari pada dua era tersebut. Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu berpacu pada orientasi ke luar atau ke dalam. Orientasi ekonomi di Indonesia harus lebih fleksibel. Karena dengan hal tersebut maka ekonomi di Indonesia tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima bantuan asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Alangkah lebih baiknya jika orientasi ke dalam maupun ke luar dapat seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih memiliki kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar, yang kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia. Pemerintah juga harus dengan bijaksana menentukan berbagai kebijakan mengenai bantuan maupun investor asing yang akan membantu hingga menanamkan sahamnya di Indonesia. Sehingga Indonesia tidak menjadi pihak yang dirugikan, serta berbagai bantuan yang datang dari luar negeri maupun investor asing dapat dibatasi kewenangannya di Indonesia dan mencegah investor asing untuk mendapatkan keuntungan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap Indonesia.
A. SISTEM PEREKONOMIAN ORDE BARU
Perekonomian Indonesia masa orde baru (1966-1998)
Awal-awal pemerintahan orde baru dihadapkan pada kehancuran ekonomi secara total, hal ini tergambar dari Inflasi pada tahun 1966 mencapai 650%,dan defisit APBN lebih besar daripada seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang besar, nilai tukar rupiah tidak stabil” (Gilarso, 1986:221). Maka awal pemrintahan orde baru ini juga bisa dikatakan sebagai titik balik perekonomian Indonesia.
Pamerintah saat itu benar-benar berusaha kerasa untuk mengubah perekonomian Indonesia yang terpuruk. Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Segala macam upaya dilakukan mulai dari menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Kerhasilannya menstabilakan inflasi berdampa positif terhadap stabilitas politik saat itu. Maka kemudian berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI.
Sejak masa itu yaitu pada tahun 1969, Indonesia memulai menata kehidupan ekonomi secara lebih terarah dan fokus terhadap prioritas pembangunan. Sehingga dibentuklah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang kita kenal pada saat itu sebgai REPELITA. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
1. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
Titik Berat Repelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Sasaran Repelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Tujuan Repelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam
tahap berikutnya.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Tujuan Repelita II: Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)
Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecendrungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.
4. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)
Titik Berat Repelita IV: Pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin- mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalm repelita-repelita selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya.
Tujuan Repelita IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)
Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.
B. KONDISI PEREKONOMIAN ORDE BARU
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun,” kata Emil Salim, mantan menteri pada pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
- Mengadakan operasi pajak
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.
Penyebab Berakhirnya Orde Lama
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965.
6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA” (Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :
·Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya
·Pembersihan Kabinet Dwikora
·Penurunan Harga-harga barang.
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan
Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Masa pemerintahan orde baru dimulai pada tahun 1967. Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan mandatnya kepada jenderal Soeharto melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).
Latar belakang dikeluarkannya Supersemar adalah akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965 (Gestapu, Gestok, atau G30S / PKI), yaitu aksi kudeta PKI (Partai Komunis Indonesia) yang menculik dan membunuh beberapa perwira TNI AD dan beberapa orang penting lainnya. Kejadian ini memicu kekacauan negara. Pembantaian anggota PKI terjadi di mana-mana, dan keamanan negara menjadi tidak terkendali. Rakyat Indonesia melakukan demo besar-besaran yang menuntut pembubaran PKI dan pengadilan bagi tokoh-tokoh PKI. Melalui bantuan Angkatan ’66, masyarakat Indonesia mengajukan Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat, yaitu:
- Menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI beserta organisasi-organisasi pendukungnya, seperti Gerwani, Lekra, BTI, Pemuda Rakyat, dan sebagainya.
- Menuntut pemerintah untuk melakukan pembersihan kabinet Dwikora (Dwi Komando Rakyat) dari unsur-unsur PKI, seperti wakil Perdana Menteri I, Drs. Soebandrio.
- Menuntut pemerintah untuk menurunkan harga bahan pokok dan memperbaiki ekonomi. Kondisi ekonomi Indonesia tidak stabil sejak era kemerdekaan, dan makin memburuk pada pertengahan tahun 60-an.
Presiden Soekarno menanggapi tuntutan tersebut dengan melakukan reshuffle pada kabinet Dwikora. Namun reshuffle tersebut dinilai kurang memuaskan karena masih terdapat unsur PKI di dalamnya.
Saat itu negara mengalami masa-masa genting dan kekuasaan presiden semakin lemah. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani surat penunjukan Soeharto sebagai presiden RI ke-2, yang dikenal dengan nama Supersemar. Soeharto secara resmi diangkat sebagai presiden RI ke-2 pada 22 Februari 1967, melalui Ketetapan MPRS No. XV / MPRS / 1966 dan sidang istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) pada tanggal 7 – 12 Maret 1967.
Penyebab Berakhirnya Masa Orde Baru
1. Faktor Politik
Kampanye dalam pemilihan pada bulan Mei 1997 merupakan pusat dari perbedaan sosial-politik. Kampanye ini adalah kampanye brutal dalam sejarah pemerintahan Soeharto. Serangkaian pawai sepeda motor merenggut 250 nyawa.
Di Banjarmasin, banyak penjarah ditangkap di sebuah mal yang terbakar dan sekitar 130 orang terbunuh. Di Timor Timur, gerilyawan menyabotase kotak suara dan membunuh 18 karyawan ABRI.
2. Faktor Ekonomi
Indonesia mempunyai banyak hutang jangka pendek pada tahun 1997 karena banyak hutang masuk ke negara Indonesia, yang biasanya dalam sebuah bentuk dolar AS. Jadi membengkak karena mengikuti pergerakan rupiah, yang tidak bagus. Hutang jangka pendek ini berjumlah $30 hingga $40 miliar dalam tahun 1997.
Sistem dalam perbankan yang telah menangani semua uang ini tidak terorganisir secara baik. Jepang, memiliki sebuah mesin ekonomi Asia, terus mengalami resesi pada 1990-an. Jadi negara Indonesia tidak dalam kondisi yang baik dalam menghadapi adanya sebuah guncangan ekonomi.
3. Faktor Militer
Sebagai mencegah PDI Megawati dari menjadi sebuah tantangan yang serius, rezim mengintervensi dengan keras dan pada akhirnya dapat meningkatkan adanya sebuah popularitas partai. Pada bulan Juni 1996, ABRI telah berhasil untuk memanipulasi Kongres PDI yang luar biasa.
Untuk menurunkan Megawati dari posisi ketua dan memilih kembali Soejadi, yang sebelumnya dipercayai oleh Suharto, tetapi yang sekarang kurang mengancam dari pada Megawati.
Namun, Megawati serta para pendukungnya yakni telah menolak untuk mengakui adanya sebuah hasil kongres ini dan dapat mengajukan dalam sebuah tuntutan hukum terhadap campur tangan pemerintah. Megawati yakni tetap di markas PDI di wilayah Jakarta.
Selain itu, ada penyebab lain juga berakhirnya masa ore baru, yaitu :
1. Penyimpangan UUD
Setelah adanya penyimpangan UUD 1945, Pasal 33 secara khusus mengatur sistem ekonomi sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi. Tetapi pada kenyataannya, apa yang terjadi dikendalikan oleh beberapa orang, konglomerat, dan ada monopoli ekonomi, atau kata lain, adanya sebuah sistem ekonomi yang telah dijalankan adalah suatu sistem kapitalis.
2. Utang Luar negeri
Di tengah dalam adanya sebuah perekonomian yang dilanda yakni dengan cara krisis, utang luar negeri dalam negara Indonesia yakni semakin memperburuk terhadap situasi keuangan Indonesia. Utang sebenarnya bukan hanya utang pemerintah, tetapi juga utang sektor swasta.
3. Krisis Moneter
Krisis dalam sebuah keuangan adalah faktor terpenting yang menyebabkan jatuhnya Orde Baru. Krisis ini melanda wilayah Asia Timur untuk pertama kalinya pada bulan Juli 1997. Hal itu menyebabkan kepanikan secara global.
4. Masalah Politik
Sistem politik di negara Indonesia selama era Orde Baru dibebani dengan KKN (korupsi, nepotisme, dan kolusi). Kekuasaan politik yakni telah terbatas selama era Orde Baru. Ini bisa dilihat dari penyederhanaan partai politik yang hanya menjadi 3 partai, yaitu PDI, PPP, dan kelompok kerja.
5. Kepercayaan
Mengurangi adanya sebuah rasa kasihan terhadap kalangan masyarakat karena praktik KKN yang tampaknya telah dihentikan pemerintah tanpa rasa malu. Krisis ini juga menyebabkan investor menarik sejumlah besar seluruh modal yang diinvestasikan di Indonesia, yang menyebabkan Indonesia terus mengalami krisis yang berkelanjutan.
6. Krisis Kepercayaan
Orde baru yang dapat melibatkan praktik KKN mengakibatkan Indonesia mengalami krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya. Krisis kepercayaan ini juga menyebabkan banyak investor menarik semua modal yang telah diinvestasikan di negara Indonesia, yang menyebabkan krisis yang berkelanjutan.
7. Krisis Hukum
Krisis hukum di negara Indonesia yakni selama era Orde Baru juga berkontribusi pada keruntuhan. Di mana sistem peradilan orde baru tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur atau barometer untuk mengharapkan pemerintah bertindak adil atau sesuai dengan harapan masyarakat. Kondisi ini dapat menciptakan sisi ketidak percayaan terhadap masyarakat terhadap apa yang pada waktu itu hukum di negara Indonesia.
8. Tragedi Trisakti
Demonstrasi, yang telah diadakan dengan mahasiswa Trisakti bersama dengan staf pengajar dan kampus, dihadiri oleh lebih dari 10.000 siswa dan berlangsung pada tanggal 12 Mei 1988. Mereka pada dasarnya mendesak pemerintah untuk melaksanakan reformasi di semua bidang pemerintahan, politik dan bisnis yang ingin mengadakan sesi khusus MPR.
9. Pola Pemerintahan Terpusat
Sistem dalam sebuah pemerintahan yang berpusat di satu tempat, di Jakarta sebagai pusat pemerintahan, memungkinkan semua pemerintah pusat untuk memainkan peran penting untuk mengatur terhadap masyarakat dengan cara keseluruhan.
10. Asas Bhinneka Tunggal Ika
Alasan terakhir ialah adanya penyimpangan dari sebuah prinsip terhadap kesatuan dalam keragaman, yang ditandai dengan diskriminasi di mana-mana di masa orde baru. Yang mencolok adalah diskriminasi pemerintah terhadap rakyat Tiongkok.
SELESAI